Minggu, Januari 02, 2011

REVITALISASI KOPERASI UNIT DESA (KUD) DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

PENDAHULUAN

Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di Barat, koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Di negara berkembang, koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Selama orde baru hingga era reformasi, Koperasi Unit Desa (KUD) mengalami pergeseran peranan yaitu sebagai pelaksana program pemerintah dalam mendukung stok pangan nasional yang didukung sektor pembiayaan yang kuat dari pemerintah, menjadi badan usaha yang menghimpun kelompok tani agar berkembang menjadi penopang stok pangan nasional, dengan pembiayaan yang terbatas. Padahal, disisi lain, pembangunan pertanian sebagai sentra pembangunan nasional implementasinya masih berada dalam tataran paradoks dan mempunyai permasalahan yang kompleks, sehingga diperlukan suatu bentuk revitalisasi di dalamnya. Revitalisasi pertanian bukan dimaksudkan membangun pertanian at all cost dengan cara-cara yang top-down sentralistik; bukan pula orientasi proyek untuk menggalang dana; tetapi revitalisasi adalah menggalang komitmen dan kerjasama seluruh stakeholder dan mengubah paradigma pola pikir masyarakat melihat pertanian tidak hanya urusan bercocok tanam yang sekedar hanya menghasilkan komoditas untuk dikonsumsi. Pertanian mempunyai multi-fungsi yang belum mendapat apresiasi yang memadai dari masyarakat. Pertanian merupakan way of life dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat kita. Pertanian merupakan pemasok sandang, pangan, dan pakan untuk kehidupan penduduk desa dan kota; juga sebagai pemelihara atau konservasi alam yang berkelanjutan dan keindahan lingkungan untuk dinikmati (wisata-agro), sebagai penghasil biofarmaka dan penghasil energi seperti bio-diesel.

Berdasarkan isi yang terdapat RPPK tentang Revitalisasi Pertanian tahun 2005-2025 menyatakan bahwa posisi pertanian dalam kehidupan di masa depan, bukan hanya diharapkan dapat menjadi penghasil pangan dan bahan baku industri saja, namun juga berkontribusi dalam pembangunan daerah dan pedesaan, penyangga dalam masa krisis, penghubung sosial ekonomi antar masyarakat dari berbagai pulau dan daerah, kelestarian sumberdaya lingkungan, sosial budaya masyarakat dan dalam kesempatan kerja, PDB dan devisa. Arah revitalisasi pertanian tersebut ditetapkan, dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional. Di Indonesia, ketahanan pangannya masih dikatakan rendah, hal ini dapat kita lihat dari data-data World Bank (2006), yang menyatakan bahwa 30 % rumah tangga menyatakan bahwa konsumsinya masih dibawah konsumsi sesuai standar kecukupan gizi internasional, lebih dari ¼ anak usia dibawah 5 tahun memiliki berat badan dibawah standar, dan 8 % dinyatakan sangat buruk yang disebabkan oleh kurangnya suplai bahan pangan. Rata-rata konsumsi pangan per kapita di Indonesia ditunjukkan sebagai berikut: a). Beras = 133 kg (tertinggi di dunia), b). Jagung = 5,93 kg, c). Ikan = 12,5 kg (rata-rata di dunia = 16 kg), d). Ayam = 3,8 kg, e).Daging = 7,10 kg, f). Telur = 52 butir, g). Susu = 6,50 kg, h). Ketela Pohon = 9,93 kg, i). Buah-buahan = 40,06 kg, j). Gula = 15, 6 kg (rata-rata dunia = 25,1 kg), k). Kedelai = 6,01 kg (rata-rata dunia = 7 kg), l) Sayur-sayuran = 37,94 kg (rekomendasi FAO = 65,75 kg).

Ketahanan pangan nasional ini sangat ditunjang oleh adanya kedaulatan pangan dan keamanan pangan. Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat besar ketergantungan pangannya dengan negara lain (Food Trap). Hal ini bisa kita amati dengan meningkatnya jumlah impor beras dan gula. Di sisi lain, penduduk Indonesia mengalami peningkatan dan produktivitas serta lahan pertanian berkurang karena menurunnya minat petani untuk berproduksi, karena ongkos produksi yang naik sebesar 10-20 % saat ini. Dalam operasionalisasinya, cita-cita tersebut membutuhkan sinergi dengan kebijakan non-pertanian, khususnya kebijakan ekonomi. Koperasi produsen terutama koperasi pertanian memang meru­pa­kan koperasi yang paling sangat terkena pengaruh per­dagangan bebas dan berbagai liberalisasi. Koperasi pertanian di seluruh belahan dunia ini me­mang selama ini menikmati proteksi dan berbagai bentuk sub­sidi serta dukungan pemerintah. Dengan diadakannya pengaturan mengenai subsidi, tarif, dan akses pasar, maka produksi barang yang dihasilkan oleh ang­gota koperasi tidak lagi dapat menikmati perlindungan seper­ti semula, dan harus dibuka untuk pasaran impor dari ne­gara lain yang lebih efisien.

Secara internal, selama periode 2000 – 2003, koperasi (termasuk di dalamnya KUD), masih memiliki berbagai kendala untuk pengembangannya sebagai badan usaha, yaitu: (1) rendahnya partisipasi anggota yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai perputaran koperasi per anggota yang kurang dari Rp.100.000,00 per bulan dan rendahnya simpanan anggota yang kurang dari Rp.345.225,00, (2) efisiensi usaha yang relatif rendah yang ditunjukkan dengan tingkat perputaran aktiva yang kurang dari 1,3 kali per tahun, (3) rendahnya tingkat profitabilitas koperasi, (4) citra masyarakat terhadap koperasi yang menganggap sebagai badan usaha kecil dan terbatas, serta bergantung pada program pemerintah, dan (5) kompetensi SDM koperasi yang relatif rendah, serta (6) kurang optimalnya koperasi mewujudkan skala usaha yang ekonomis akibat belum optimalnya kerjasama antar koperasi dan kerjasama koperasi dengan badan usaha lainnya. Hal-hal di atas perlu memperoleh perhatian dalam pembangunan usaha koperasi pada masa mendatang. Dari kendala-kendala tersebut dapat kita ketahui bahwa Koperasi Unit Desa memerlukan revitalisasi dalam mendukung ketahanan pangan nasional yang ditopang oleh revitalisasi pertanian. Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah: Bagaimana upaya revitalisasi Koperasi Unit Desa (KUD) dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional?.

LANDASAN TEORI

Tujuan dibentuknya Koperasi Unit Desa (KUD) dalam Hendroyogi (2004) adalah: 1) menjamin terlaksananya program peningkatan produksi pertanian, khususnya produksi pangan secara efektif dan efisien, dan 2) memberikan kepastian bagi petani produsen khususnya, serta masyarakat desa pada umumnya, bahwa mereka mempunyai tanggung jawab untuk ikut serta meningkatkan produksi sendiri, dan secara nyata memetik dan menikmati hasilnya guna meningkatkan taraf hidup kesejahteraannya. Sedangkan menurut kamus istilah di dalam www.depkop.go.id, revitalisasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengaktifan suatu lembaga yang ditekankan pada fungsi internal agar lebih efektif dan efisien dalam mencapai misi yang ditetapkan dengan melibatkan dan menggerakkan peran serta masyarakat dalam upaya optimalisasi peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan.

Ketahanan pangan mempunyai peran strategis dalam pembangunan nasional, minimal dalam tiga hal. Pertama, akses terhadap pangan dan gizi yang merupakan hak yang paling asasi bagi manusia. Kedua adalah pangan memiliki peranan penting dalam pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Ketiga, ketahanan pangan merupakan salah satu pilar utama dalam menopang ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan. Untuk memenuhi hal tersebut diperlukan ketersediaan pangan yang cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat (UU No.7/1996 tentang Pangan), yang dutamakan berasal dari kemampuan sektor pertanian domestik dalam menyediakan bahan makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat (PP No.68/2002 tentang Ketahanan Pangan). Ketahanan pangan dihasilkan oleh suatu sistem pangan yang terdiri atas tiga subsistem, yaitu : (a) ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh penduduk, (b) distribusi pangan yang lancar dan merata, dan (c) konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi dan kaidah kesehatan. Inti permasalahan dalam mewujudkan kemandirian pangan terkait dengan adanya pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dari penyediaannya. Permintaan pangan meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat, dan perubahan selera. Apabila persoalan ini tidak dapat diatasi, maka kebutuhan akan impor pangan akan membesar, yang apabila berlanjut dapat mengakibatkan ketergantungan pada pangan impor yang tinggi sehingga membahayakan kedaulatan negara.

PEMBAHASAN

Adapun langkah-langkah dalam revitalisasi Koperasi Unit Desa dalam menunjang ketahanan pangan adalah:

1) Melakukan repositioning image KUD di dalam pemahaman masyarakat pedesaan (khususnya para petani), bahwa KUD adalah satu-satunya wadah perekonomian dari, oleh dan untuk mereka (dengan menjadi anggota KUD) yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan hidup. Sehingga masyarakat desa dapat lebih bersemangat dalam membangun KUD di daerahnya masing-masing. Image tersebut juga dapat dibangun dengan mewujudkan KUD dengan manajemen yang baik, misalnya pemerintah melalui Depkop dapat menyelenggarakan pelatihan-pelatihan yang melibatkan pakar-pakar koperasi.

2) KUD dilibatkan secara aktif dalam kegiatan revitalisasi pertanian (baik dalam penyuluhan bercocok tanam yang efektif dan produktif, tentang transfer teknologi, dan sebagainya) sehingga KUD dapat secara cepat memenuhi kebutuhan yang dapat menunjang aktivitas produksi tersebut. Di sisi lain pemerintah dalam menyediakan sarana pertanian atau media yang menunjang pengembangan pertanian juga dapat bekerja sama dengan KUD dalam penjualannya.

3) Dari sisi pembiayaan kegiatan pertanian, dengan membuat Sistem Kredit Pertanian (Farm Credit System) untuk Kredit Usaha Tani (KUT) yang jelas dan transparan mekanismenya dengan menghilangkan peran pihak-pihak yang berniat mencari keuntungan (Data yang dihimpun Bank Indonesia menyebutkan tunggakan kredit pada bank BNI, Bank Danamon, dan BRI, hingga posisi Oktober 2005, tercatat masih sebesar Rp5,718 triliun padahal yang selama ini disalurkan hanya sebesar 10 miliar kepada petani). Di Indonesia, sistem kredit pertanian, perlu dilakukan pengawasan yang ketat, baik dari saluran pemerintah, bank, hingga ke Koperasi Unit Desa sebagai executing agent. Salah satu usulan yang dapat dijadikan pertimbangan digambarkan dalam bagan berikut ini (di lampiran gambar):

Keterangan:

* Ø Perum Sarana Pengembangan Usaha (dahulu Lembaga Jaminan Kredit Koperasi): tugasnya memberikan jaminan kepada bank atas kredit yang diminta oleh koperasi dan berpartisipasi dalam permodalan koperasi. Perum ini menjadi pemberi jaminan atas kredit yang dikucurkan bank kepada koperasi. Besarnya jaminan yang bisa diberikan tergantung pada risk probability, untuk modal kerja bisa diberikan 100 % sedangkan untuk konsinyasi karena resikonya rendah bisa 15 %. Dalam perkembangannya, perum ini perlu untuk dioptimalisasi peranannya.
* Ø Komite Jasa Audit: Komite Jasa Audit ini berada di dalam jajaran Badan Pemeriksa yang semuanya adalah anggota KUD. Komite ini terlebih dahulu dilatih oleh Koperasi Jasa Audit yaitu koperasi yang melayani jasa berupa jasa auditing koperasi, jasa bimbingan dan Konsultasi serta Jasa Pendidikan dan Latihan yang akan menyebarluaskan gagasan organisasi audit koperasi dalam gerakan koperasi dalam bentuk akuntabilisasi keuangan koperasi, misalnya dengan penerapan perhitungan kinerja keuangan dengan ukuran likuiditas, solvabilitas, unqualified opinion (layak tanpa catatan) dalam laporan keuangan. Komite audit akan menyajikan laporan yang akan menjadi sumber informasi yang terpercaya untuk perbankan.

4) Dalam menunjang kegiatan KUD yang dapat mengoptimalkan kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi pertanian beorientasi nasional, maka pemerintah dapat ’membagi’ INKUD dengan membuat konsep jangka panjang dengan bentuk Regional Agricultural Input Supply and Marketing Cooperatives. Di Amerika Serikat, koperasi ini terdiri dari CENEX (Farmers Union Central Exchange Inc.), Land O’Lakes dan Farm Land Industries. CENEX adalah koperasi pemasok yang melayani KUD-KUD lokal yang menjual bahan bakar, minyak pelumas, makanan ternak, bibit dan menjual jasa seperti jasa pengukuran kesuburan lahan pertanian milik anggota, kebutuhan berbagai jenis pupuk untuk tanah pertanian anggota dan melaksanakan pemupukannya. Sedangkan Land O’Lakes disini adalah koperasi yang serupa dengan jenis usaha pemasaran Koperasi Distribusi Indonesia, dimana akan memasarkan hasil-hasil pertanian, seperti susu, ternak, ayam, kedelai, dan sebagainya dari koperasi-koperasi lokal. Namun, Land O’Lakes disini mempunyai jenis usaha produksi juga, yaitu dengan memroses kembali hasil-hasil pertanian tersebut dalam bentuk packaged foods yang akan dipasarkan di supermarket, grosir dan rumah-rumah makan, yang nantinya akan lebih menjangkau masyarakat yang membutuhkan makanan pangan. Keuntungan bersih dari jenis-jenis usaha tersebut akan dibagikan kembali kepada anggota proporsional sesuai dengan transaksi yang dilakukan dengan Land O’Lakes. Sedangkan Farm Land Industries adalah koperasi yang melayani penyediaan sarana pertanian. Usulan ini diharapkan dapat membuat kinerja INKUD menjadi lebih praktis dalam mendukung kegiatan KUD.

5) Pemerintah melalui Depkop dapat melakukan pembinaan bagi petani (yang sekaligus pemilik lahan) untuk melakukan manajemen resiko gagal panen, dengan memperkenalkan petani ke dalam bisnis komoditas berjangka.

KESIMPULAN DAN SARAN

Revitalisasi KUD untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional itu bentuknya dapat berupa revitalisasi secara lembaga internal KUD, pembinaan SDM dengan pelatihan dari pemerintah dan peningkatan pembiayaan KUD oleh pemerintah. Saran yang dapat diajukan kepada pemerintah pusat untuk mendukung sektor pembiayaan koperasi adalah: 1) Karena adanya kebijakan baru yang menyatakan bahwa pembiayaan KUT tidak lagi menggunakan BLBI, maka pemerintah desa diharapkan lebih proaktif dalam menggandeng Bank-bank, misalnya BRI unit desa. Karena terdapat sebuah kontradiksi yang banyak terjadi di pedesaan yaitu di satu sisi pembiayaan sektor pertanian mengalami kesulitan, di sisi lain BRI Unit Desa melalui Simpedes dan Simaskot berhasil mengumpulkan tabungan Rp 21 triliun. Namun, dari dana sebesar itu yang disalurkan kembali dalam bentuk kredit hanya Rp 11 triliun. Berdasarkan penelitian Prof. Dr. Mubyarto di Lamongan, Jawa Timur menyimpulkan suatu hipotesa bahwa ratio PDRB sektor keuangan bank dengan non bank 1 : 50. Dana yang beredar pada lembaga keuangan non bank lima puluh kali lebih besar dibandingkan yang beredar pada lembaga keuangan bank. 2) KUD bekerjasama dengan Departemen Pertanian dan BUMN pupuk terus memperluas program seleksi Koperasi Penyalur Pupuk Bersubsidi, bukan hanya ke 10 propinsi. Koperasi yang sudah memenuhi syarat kelembagaan dan kesediaan membayar pupuk secara kontan selanjutnya diminta menyerahkan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) ke Deptan atau dinas terkait setempat. Alokasi kebutuhan tersebut kemudian disahkan Deptan untuk diserahkan ke BUMN pupuk agar koperasi terkait dapat memperoleh fasilitas penyaluran pupuk secara langsung dengan harga sesuai ketentuan harga eceran tertinggi. Adi Sasono mengatakan penyaluran pupuk secara tertutup itu diinisiasi kembali agar peredaran pupuk bersubsidi lancar sehingga harga komoditas dapat terkendali menyusul spekulasi distributor disinyalir menyebabkan kelangkaan dan fluktuasi harga di tingkat petani.


SUMBER
Oleh: Ika Diyah Candra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar